
Sinergi Lintas Sektor Dorong Percepatan Perizinan dan Pembangunan Terpadu di Kabupaten Gresik, Teluk Wondama, dan Manokwari Selatan
Jakarta — Sebagai upaya mendorong kepastian tata ruang dan percepatan investasi, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menggelar rapat koordinasi lintas sektor terkait rancangan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rabu, 7/10/2025.
Rapat ini dihadiri perwakilan kementerian/lembaga serta pemerintah provinsi dan daerah, dengan pembahasan mencakup RTRW Kabupaten Gresik, Kabupaten Teluk Wondama, dan Kabupaten Manokwari Selatan. Kegiatan ini bertujuan mempercepat penyempurnaan regulasi dengan fokus pada substansi strategis yang perlu segera disepakati bersama.
Dalam kesempatan tersebut, Wakil Bupati Gresik, Asluchul Alif, menyampaikan bahwa arah pengembangan Kabupaten Gresik perlu memperkuat posisi daerah sebagai pusat industri dan logistik nasional yang berdaya saing, sekaligus menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan. Dengan peran sebagai bagian dari Kawasan Metropolitan Gerbangkertosusila dan kawasan industri strategis Jawa Timur, Kabupaten Gresik dihadapkan pada tantangan peningkatan investasi, penyerapan tenaga kerja, serta pengaturan lahan dan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Lebih lanjut, Wakil Bupati Alif menegaskan, “Pembangunan di Gresik harus terus mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan ramah lingkungan. Kami ingin menjadikan Gresik sebagai pusat pertumbuhan berbasis budaya, industri, dan agribisnis yang berdaya saing global, sekaligus memastikan pembangunan selaras dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan,” tutupnya.
Menyusul paparan tersebut, Wakil Bupati Teluk Wondama, Anthonius A. Marani, mengungkapkan bahwa keterbatasan lahan menjadi tantangan serius bagi pengembangan kawasan perkotaan, khususnya di Distrik Wasior, Wondiboy, dan Rasiei. Dominasi kawasan hutan dan cagar alam membuat ruang untuk permukiman dan fasilitas publik sangat terbatas, sehingga ekspansi kota dan pembangunan fasilitas baru terhambat, tekanan terhadap kawasan pesisir meningkat, dan kesenjangan spasial antar wilayah semakin nyata. “Pengembangan wilayah harus seimbang antara pembangunan daerah dan pelestarian lingkungan utamanya penataan kawasan hutan, karena luasannya yang cukup besar. Setiap langkah pembangunan harus tetap berfokus pada masyarakat tanpa mengorbankan alam sekitar,” ujar Anthonius.
Selanjutnya, ia juga menekankan perlunya kebijakan penataan ruang yang adaptif agar pertumbuhan wilayah tetap berkelanjutan. Menurutnya, melalui revisi RTRW, pemerintah dapat membuka ruang bagi masyarakat dan pemerintah daerah untuk membangun secara terencana demi kesejahteraan masyarakat.
Di sisi lain, Bupati Manokwari Selatan, Bernard Mandacan, menyampaikan bahwa kabupaten ini memiliki potensi sumber daya alam yang beragam, termasuk pertanian, perkebunan, perikanan, dan sumber daya mineral, serta kekayaan budaya Domberay yang masih terjaga. Selain itu, konektivitas transportasi yang menghubungkan bandara, pelabuhan, dan terminal, serta potensi pariwisata alam, buatan, dan budaya menjadikan Manokwari Selatan daerah yang strategis. Meski memiliki potensi besar, daerah ini menghadapi sejumlah tantangan, seperti kawasan rawan bencana, pengolahan hasil pertanian dan perikanan yang belum optimal, ketimpangan pembangunan wilayah, konflik hukum adat dan nasional terkait pengadaan tanah, serta konektivitas antarwilayah yang masih rendah.
Menanggapi hal ini, Bupati Bernard menegaskan, “Kami berkomitmen menjadikan RTRW sebagai pedoman pembangunan berbasis tata ruang dalam memberikan kepastian arah pembangunan ruang yang terpadu dan menjadi dasar dalam pengendalian dan penertiban pembangunan daerah yang akan dipedomani oleh seluruh pihak, sebagai upaya percepatan investasi terkait pengembangan ekonomi wilayah”. Dengan komitmen ini, RTRW diharapkan menjadi panduan bagi seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD), masyarakat, dan pihak swasta dalam mewujudkan pembangunan yang aman, produktif, dan berkelanjutan.
Menindaklanjuti paparan para kepala daerah, Suyus Windayana, Direktur Jenderal Tata Ruang, menyampaikan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) bertujuan mempercepat dan menyederhanakan perizinan berusaha, khususnya melalui integrasi KKPR dengan RTRW dan RDTR. Menurutnya, pembahasan lintas sektor menjadi kunci untuk menyelaraskan program dan kegiatan kementerian/lembaga serta pemerintah daerah, termasuk kebijakan strategis nasional, kawasan hutan, batas daerah, dan garis pantai. “Dengan integrasi lintas sektor ini, diharapkan proses perizinan dapat dipercepat, sekaligus mendorong pembangunan yang lebih efisien dan menjadi stimulus ekonomi,” ujar Suyus.
Dirjen Suyus menambahkan bahwa pemerintah terus mendorong percepatan integrasi RDTR dengan RTRW, dengan dukungan anggaran nasional untuk 1.000–1.200 RDTR serta tambahan 500 RDTR dari Bank Dunia. Dari 649 RDTR yang telah diterbitkan, baru 428 yang terintegrasi dengan sistem Online Single Submission (OSS) per tanggal 6 Oktober 2025. “Kami berharap, dengan percepatan penyusunan RTRW dan RDTR hingga tahun 2028, proses perizinan di daerah akan semakin cepat, dan diskusi lintas sektor ini dapat menghasilkan rekomendasi untuk mewujudkan rencana tata ruang yang baik bagi pembangunan di masa depan,” tutup Suyus.
Acara kemudian dilanjutkan dengan diskusi dan penyampaian masukan yang dipimpin oleh Direktur Bina Perencanaan Tata Ruang Daerah Wilayah II, Chriesty Elisabeth Lengkong. (DF/BPK)
Sumber : Sekretariat Direktorat Jenderal Tata Ruang
